Jalu seorang anag tunggal dari sebuah keluarga miskin yang hidup bersama emak dan bapaknya, tinggal di sebuah desa bernama Desa Karanggeneng. Bapaknya yang sakit-sakitan dan hanya bisa terbaring sakit di tempat tidur dan tak bisa bekerja. Karena tidak mempunyai uang dan makanan, akhirnya emak Jalu meyuruhnya meminta kepada Pakde Danu, kakak emak Jalu. Dengan berat hati, akhirnya Jalu berangkat ke rumah Pakde Danu meski ia tau, disana ia pasti akan di cela dan dipermalukan. Tapi demi kesembuhan bapaknya dan demi menghormati emaknya, apapun akan ia lakukan.
Sampai dirumah Pakde Danu yg ramai karena istrinya membuka warung, Jalu merasa tegang. Baru saja ia memasuki pekarangan rumah Pakde Danu, tatapan mata Pakde Danu menusuk sekali. Ingin rasanya ia berlari, tapi kedua kakinya terasa berat. Sampai akhirnya Pakde Danu mengolok-olok dan mempermalukan dirinya, ia tetap kukuh untuk mendapatkan apa yang diperintahkan oleh ibunya. Akhirnya dengan sangat terpaksa Pakde Danu memberikan beras dan uang kepada Jalu. Dengan syarat pekarangan dan rumahnya bisa diperhitungkan sebagai pelunasan hutang-hutang keluarga Jalu. Sedikit Banyak, Jalu meyimpan rasa benci kepada Pakde-nya. Ia berpikir, kepada saudara sendiri begitu pelit.
Bersama desa-desa lainnya, Desa Karanggeneng menjadi tempat pemukiman pegunungan kapur yang kecil, sepi, tak ada jalan beraspal, bahakan listrik pun tidak ada. Karanggeneng tidak pernah disibukkan keramaian yang berarti kecuali jika ada warga yang berhajatan. Namun, akhir-akhir ini Desa Karanggeneng mengalami perubahan. Banyak kendaraan besar seperti truk-truk yang keluar masuk desa ini. Jalu yang tidak sengaja bertemu dengan Pak Munir salah satu pegawai proyek yang saat itu sedang terkilir kakinya, bertanya-tanya tentang pembangunan yang akan dilakukan di Desa Karanggeneng. Ternyata akan dibangun sebuah waduk. Lalu Jalu membawa Pak Munir kerumahnya karena emaknya bisa memijit kaki Pak Munir yang terkilir. Sesampainya dirumah, Jalu masuk ke dalam memanggil emak dan bapaknya. Bapaknya yang sudah lumayan sembuh dan sudah bisa berjalan menemui Pak Munir diluar sedangkan emak Jalu mengambil minyak untuk mengurut kaki Pak Munir.
Jalu menceritakan kepada bapaknya bahwa Pak Munir adalah salah satu pegawai dalam proyek itu. Lalu bapak Jalu meminta bantuan kepada Pak Munir agar memberinya pekerjaan dalam proyek itu, apapun pekerjaannya akan diterima. Awalnya Pak Munir tidak yakin karena bapak Jalu masih terlihat belum sembuh total. Namun akhirnya menyetujuinya. Keesokan harinya Jalu bersama bapaknya mendatangi proyek bangunan waduk itu. Bapak Jalu bekerja sebagai satpam yang menjaga seluruh kegiatan dalam proyek itu. Jalu membantu bapaknya dalam mengerjakan semua itu, daripada tidak ada kerjaan lain. Setelah beberapa hari bekerja bapak Jalu tiba" dipecat dan di fitnah telah mencuri 100 sak semen. Dengan sangat terpaksa bapak Jalu berhenti dengan hati bertanya-tanya. Setelah dipecat, bapak Jalu kembali sakit-sakitan. Jalu yang tidak tega melihat hal itu bertanya-tanya kepada Pak Hasan, manager dari proyek itu dan meminta mempekerjakan lagi bapaknya. Namun, Pak Hasan tidak bisa membantu. Belum lagi pekarangan rumahnya yang sudah diambil Pakde Danu untuk melunasi hutang keluarganya. Sungguh mengenaskan hidup keluarga Jalu.
Hidup keluarga Jalu tetap berjalan seperti byasa, hidup serba kekurangan dan emaknya bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga Jalu. Seiring berjalannya waktu, waduk pun selesai dibangun. Namun, sampai saat itu juga belum diketahui siapa yang memfitnah bapak Jalu. Suatu malam, hujan deras mengguyur desa Karanggeneng. Rumah Jalu yg lumayan dekat dengan waduk mendengar suara cipratan air yg begitu deras karena hujan. Di depan rumah, ia bersama bapak dan emaknya memandangi hujan yang begitu deras. Lalu terlihat sebuah perahu kecil berada di tengah-tengah waduk, ada 3 0rang. Satu orang membawa obor dan 2 orang lainnya mendayung perahu. Ombak dalam waduk itu begitu mengerikan, diiringi angin . Jalu yang melihat hal itu langsung mengejar diikuti sambil membawa obor. Semakin dekat, ternyata terlihat bahwa orang-orang itu membawa sebuah sak. Karena gelap, tidak begitu terlihat appa yang dibawa oleh ketiga orang itu. Setelah mendekati pinggiran waduk terlihat orang-orang itu membawa beberapa semen ! karena angin yang terlalu kencang, perahu itu oleng dan berebenturan dengan pembatas waduk. Akhirnya kapal terbalik dan pecah. Ketiga orang itu berusaha menyelamatkan diri. Kasihan, Jalu menyelamatkan salah satu orang tersebut. Denagn sudah payah ia berenang menagkap dan membantu orang itu. Sampai di tepi waduk dibantu ayahnya, Jalu mengangkat orang tersebut yang ternyata adalah Pakde Danu.
Setelah mengetahui hal itu, Jalu dan bapaknya diminta ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Berkat usaha Jalu yang selalu ingin tau dan ingin selalu membantu keluarganya, akhirnya ayah Jalu mendapatkan ganti biaya atas fitnah yang menimpanya dulu :)